Rabu, 04 Januari 2012

Pesan sang Ibu (Widji Tukul)

Tatkala aku menyarungkan pedang
Dan bersimpuh di atas pangkuanmu,
Tertumpah rasa kerinduanku pada sang Ibu
Tangannya yang halus mulus membelai kepalaku,
Bergetarlah seluruh jiwa ragaku
Musnahlah seluruh api semangat juangku

Namun sang Ibu berkata” Anakku sayang, apabila kakimu sudah melangkah di tengah padang, tancapkanlah kakimu dalam-dalam dan tetaplah terus bergumam sebab gumam adalah mantra dari dewa-dewa, gumam mengandung ribuan makna.”
“Apabila gumam sudah menyatu dengan jiwa raga, maka gumam akan berubah menjadi teriakan-teriakan. Yang nantinya akan berubah menjadi gelombang salju yang besar yang nantinya akan mampu merobohkan isrtana yang penuh kepalsuan gedung-gedung yang dihuni kaum munafik”


“Tatanan negeri ini sudah hancur Anakku”
“Dihancurkan oleh sang penguasa negeri ini
Mereka hanya bisa bersolek di depan kaca tapi membiarkannya punggungnya penuh noda dan penuh lendir hitam yang baunya kemana mana
Mereka selalu menyemprot kemaluannya denang parfum luar negeri
Di luar berbau wangi di dalam penuh dengan bakteri
Dan hebatnya sang penguasa negeri ini pandai bermain akrobat
Tubuhnya mampu dilipat-lipat yang akhirnya, pantat dan kemaluannya sendiri mampu dijilat-jilat

Anakku apabila pedang sudah dicabut janganlah surut janganlah bicara soal menang dan kalah, sebab menang dan kalah hanyalah mimpi-mimpi, mimpi-mimpi muncul dari sebuah keinginan,
Keinginan hanyalah sebuah khayalan , yang akan melahirkan harta dan kekuasaan.
Harta dan kekuasaan hanyalah balon-balon sabun yang terbang di udara
Anakku asahlah pedangmu, ajaklah mereka bertarung di tengah padang, lalu tusukkan pedangmu di tengah-tengah selangkangan mereka. Biarkan darah tertumpah di negeri ini”
Satukan gumammu menjadi revolusi!!!

1 komentar:

  1. mereka dirampas haknya, tergusur dan lapar...
    Bunda relakan darah juang kami pada mu kami berbakti...

    BalasHapus