Jumat, 03 Mei 2013

Pesan Guruku

Setiap manusia adalah guru, setiap tempat adalah madrasah, dan setiap peristiwa adalah pembelajaran” (Ali Syariati)

Tak terasa sudah 21 tahun aku mengenyam dunia pendidikan formal, 9 tahun di kampung, selebihnya di “Kota Daeng” hingga sekarang. Jenjang pendidikan formal sudah kulewati, kecuali TK atau PAUD. Mungkin karena tidak pernah jadi murid TK dan PAUD, aku tidak tahu menyanyi atau menggambar binatang, hanya menggambar jaringan instalasi listrik dan jalur elektronika di PCB yang aku bisa. Peralihan jenjang itu tentunya menyisakan kisah-kisah yang begitu cemerlang, bukan berarti tidak ada cerita suram di dalamnya. Ada, tapi ingatanku sekarang tidak bisa merabanya terlalu sensitif.

Setiap jenjang punya cerita, ibarat pepatah “lain lubuk, lain ikannya”. Kali ini aku hanya ingin berbagi pesan dari sekian banyak orang yang kuanggap guru, entah guru secara formal seperti yang ada didefenisi UU Guru dan Dosen, ataupun guru informal sebagaimana defenisiku sendiri, seperti kata Ali Syariati “Setiap Orang adalah guru”. Semua guru yang telah memberi kesan mendalam sampai saat ini masih aku ingat.

Cendikiawan Klepto

Sesuatu yang buruk, tapi karena dianggap biasa dan dibiasakan akan menjadi budaya” (anonim)

Realitas kebangsaan kita memang dalam kondisi  yang sangat mengkhawatirkan. Bangunan yuridis UUD 1945 dan Pancasila tidak lagi kokoh, karena secara de facto, pemerintahan kita seakan telah menerapkan sistem kehidupan yang tidak mencerminkan falsafah hidup negara. Sistem ekonomi sudah mengabdi pada kapitalisme, sistem pendidikan yang absur dan semakin tidak humanis, sistem hukum seperti barbarian saja, dan masih banyak kondisi real kehidupan berbangsa yang begitu memiriskan. Demokrasi sekarang menjadi kleptokrasi. 

Kleptokrasi berasal dari bahasa Latin (kleptein dan cracy), yang berarti mencuri (to steal) atau mengambil paksa sesuatu yang bukan menjadi hak (to rob). Negara kleptokrasi adalah sebuah negara yang dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan ditandai oleh keserakahan, ketamakan, dan korupsi yang merajalela (a government characterized by rampant greed and corruption) (Alhumami, 2005). Inilah yang terjadi saat ini. Keserakahan, ketamakan, dan korupsi yang ada pada awalnya sesuatu yang dicela, karena dianggap biasa dan dibiasakan, maka keserakahan, ketamakan, dan korupsi sekarang telah menjadi budaya baru.

Indonesia saat ini bisa disamakan kondisinya dengan beberapa negara yang pernah mengalami hal yang serupa. Sebut saja Iran di zaman Shah Reza Pahlevi, Zaire pada masa Mobutu Sese Seko, Rumania pada era Nicolae Ceausescu, Chile pada zaman Augusto Pinoche, Filipina pada masa dua kepresidenan Ferdinand Marcos dan Joseph Estrada. Negara kleptokrasi adalah negara yang dikendalikan oleh aparatur-aparatur korup, yang bersekongkol dengan pengusaha hitam untuk menguras kekayaan negara demi kepentingan pribadi. Para penguasa dan kroni-kroninya menggunakan mekanisme resmi di dalam administrasi pemerintahan negara atau memanfaatkan kekuasaan untuk melakukan tindakan ilegal, antara lain, memanipulasi dan menggelapkan pajak, melakukan pencucian uang, mengelola bisnis gelap, menjadi pelindung atau pelaku dagang dalam black market