Rabu, 07 Maret 2012

DASAR-DASAR PENGETAHUAN


A.     PENGETAHUAN
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui manusia.
Suatu hal yang menjadi pengetahuan selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahui. Karena itu pengetahuan menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin diketahuinya.
Burhanuddin Salam mengklasifikasikan bahwa pengetahuan yang diperoleh manusia dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
1. Pengetahuan biasa (common sense) yaitu pengetahuan biasa, atau dapat kita pahami bahwa pengetahuan ini adalah pengetahuan yang karena seseorang memiliki sesuatau karena menerima secara baik. Orang menyebut sesuatu itu merah karen memang merah, orang menyebut benda itu panas karena memang benda itu panas dan seterusnya.
2. Pengetahuan Ilmu (science) yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat kuantitatif dan objektif, seperti ilmu alam dan sebagainya.
3. Pengetahuan Filsafat, yakni ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu.
4. Pengetahuan Agama, yaitu pengetahuan yang hanya didapat dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
Jadi perbedaan antara pengetahuan dan ilmu adalah jika pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu manusia untuk memahami suatu objek tertentu, sedangkan ilmu (science) adalah pengetahuan yang bersifat positif dan sistematis.

Pengantar Teori kebenaran

       Hal kebenaran sesungguhnya memang merupakan tema sentral dalam filsafat ilmu. Problematik mengenai kebenaran, sebenarnya seperti halnya problematik tentang pengetahuan, merupakan masalah-masalah yang mengacu pada tumbuh dan berkembangnya dalam filsafat ilmu.
       Cara penemuan kebenaran berbeda-beda, kebenaran dapat dilihat secara ilmiah dan non ilmiah. Menurut hartono kasmadi dkk (1960) adalah sebagai berikut.
1.      Penemuan secara kebetulan, adalah penemuan yang berlangsung secara tanpa disengaja.
2.     Penemuan coba dan ralat ( trial dan error), terjadi tanpa adanya kepastian akan berhasil atau tidak berhasil kebenaran yang dicari.
3.    Penemuan melalui otoritas atau kewibawaan, misalnya orang-orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering di terima sebagai kebenaran meskipun pendapatnya tidak di dasarkan pada pembuktian ilmiah.
4.    Penemuan secara spekulatif, cara ini mirip dengan cara coba dan ralat. Akan tetapi, perbedaannya dengan coba dan ralat memang ada.
5.  Penemuan kebenaran lewat cara berpikir, kritis dan rasional. Cara berpikir yang di tempuh pada tingkat permulaan dalam memecahkan masalah adlah dengan cara berpikir analitis dan sintetis.
6. Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah, cara mencari kebenaran yang di pandang ilmiah adalah yang dilakukan melalui penelitian. Penelitian adlah penyaluran hasrat ingin tahu pada manusia dalam teraf keilmuan. 

Metode Filsafat


Sebenarnya jumlah metode filsafat hampir sama banyaknya dengan defenisi dari para ahli dan filsuf sendiri karena metode ini adalah suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri. Penjelasan secara singkat metode-metode filsafat yang khas adlah sebagai berikut:
1.      Metode Kritis : Socrates dan plato
Metode ini bersifat analisis istilah dan pendapat atau aturan-aturan yang di kemukakan orang. Merupakan hermeneutika, yangmenjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak yang akhirnya di temukan hakikat.
2.      Metode Intuitif : Plotinus dan bergson
Dengan jalan metode intropeksi intuitif dan dengan pemakaian simbol-simbol di usahakan membersihkan intelektual (bersama dengan pencucian moral), sehingga tercapai suatu penerangan pemikiran. Sedangkan bergson dengan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
3.      Metode Skolastik : aristoteles, thomas aquinas, filsafat abad pertengahan.
Metode ini bersifat sintetis-deduktif dengan bertitik tolak dari defenisi-defenisi atau prindip-prinsip yang jelas dengan sendirinya di tarik kesimpulan-kesimpulan.
4.      Metode Geometris : rene descartes dan pengikutnya
Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks di capai intiuisi akan hakikat-hakikat sederhana (ide terang dan berbeda dari yang lain), dari hakikat-hakikat itu di dedukasikan secara matematis segala pengertian lainnya.
5.      Metode Empiris :Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume
Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian (ide-ide ) dalam intropeksi di bandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian di susun bersama secara geometris.
6.      Metode Transendental : Immanuel Kant dan Neo skolastik
Metode ini bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis di selidiki syarat-syarat apriori  bagi pengertian demikian.
7.      Metode fenomenologis : Husserl, Eksistensialisme
Yakni dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atau fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni. Fenomelogi adalah suatu aliran yang membicarakan tentang segala sesuatu yang menampakkan diri, atau yang membicarakan gejala.  Hakikat segala sesuatu adalah reduksi atau penyaringan dan menurut Husserl ada tiga macam reduksi yaitu:
a.   Reduksi fenomologis, kita harus menyaring pengalaman-pengalaman kita agar mendapat fenomena semurni-murninya.
b.      Reduksi eidetis.
c.       Reduksi transendental
8.      Metode Dialektis : Hegel dan Mark
Dengan jalan mengikuti dinamik pikiran atau alam sendiri menurut triade tesis, antitetis, sistesis di capai hakikat kenyataan. Dialektis itu di ungkapkan sebagai tiga langkah, yaitu dua pengertian yang bertentangan kemudian di damaikan (tesis-antitesis-sintesis).
9.      Metode Non-positivistis
Kenyataan yang di pahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10.  Metode analitika bahasa : Wittgenstein
Dengan jalan analisa pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis. Metode ini di nilai cukup netral sebab tidak sama sekali mengendalikan salah satu filsafat. Keistimewaannya adalah semua kesimpulan dan hasilnya senantiasa di dasarkan kepada penelitian bahasa yang logis.