Sabtu, 15 Juni 2013

Manfaat Demo Anarkis

13712309871190231339 

Aksi demonstrasi menolak kenaikan BBM terjadi dimana-mana, terkhusus di Makassar, dalam skala besar sudah dimulai sejak senin lalu (10/05). Hingga sekarang, aksi penolakan itu semakin terpolarisasi. Hampir setiap kampus di Makassar ikut “Meramaikan” aksi demonstrasi ini. Aksi pelemparan batu oleh mahasiswa kepada aparat hingga mahasiswa vs warga menjadi warna yang begitu kontras dibanding aksi damai atau sekedar orasi.
Hari ini bisa dikatakan lebih massif, kalau sebelumnya hanya jalan Alauddin yang macet, sekarang macet telah menjalari jalan-jalan protokol yang lain, seperti jalan AP Pettarani dan Urip Sumiharjo. UNM (bukan UNeM,he.. ) tentu bisa disebut penguasa jalan AP Pettarani, sejak pagi hingga malam ini masih berlanjut. Pagi hanya ada orasi dan bakar ban, pasca jum’atan, jauh lebih berkembang. Bukan lagi asap menghiasi jalan, tapi bebatuan telah jadi bahan akustik aksi. Demo simpatik telah berubah jadi anarkis (bukan anarkisme ya, karena anarkis dan anarkisme sesuatu yang nyata perbedaannya).
Mengenai demo anarkis, banyak yang menyebut itu sangat tidak manfaat, karena akan menghambat arus transportasi/mobilisasi warga, aktifitas warga akan terganggu, merusak infrastruktur, dan lain-lain. Sekedar membangun opini yang berimbang (padahal tulisan ini sekedar “menjahili” konsepsi umum,he… ) bahwa demo anarkis punya manfaat, tidak semata-mata membawa kerugian. Mau tahu manfaatnya?

Bullying: Budaya Dekonstruktif

         Rencana malam ini mau meng-input data-data hasil penelitian, tapi karena asyik membaca artikel dan opini-opini yang ada di Kompasiana, semua itu terlewatkan. Sejak siang tadi, bacaan saya lebih tertarik pada tulisan Deandra dan Anindya GK. Subjek ketertarikannya tentunya karena kedua tulisan ini berada dalam “medan perang” ide dan kreatifitas, dan saling menonjolkan ke-aku-annya. Saya tidak tahu sebab musababnya, tapi yang pastinya mereka berdua lagi “bermusuhan”. Saya tidak mau terjebak dalam kondisi yang tidak nyaman itu, saya lebih tertarik pada prilaku “Bullying” diantara mereka dan hobi mencela diantara sesama manusia. Setelah membaca tulisan mereka, segera mencari referensi tentang BULLYING itu, alhamdulillah saya menemukan buku psikologi, filsafat, agama, dan beberapa artikel yang berkaitan dengan hal tersebut.

Bullying Merupakan Prilaku Menyimpang
Definisi bullying seperti disebutkan dalam psychologymania.com merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Istilah Bullying belum banyak dikenal masyarakat, terlebih karena belum ada padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia (Susanti, 2006). Bullying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying di antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi (Susanti, 2006).
Bullying adalah salah satu bentuk interaksi peer victimization yaitu interaksi yang menjadikan salah satu anggota kelompok atau teman sebagai target rutin dari kekerasan fisik maupun kekerasan verbal. Fenomena Bullying sebenarnya adalah salah satu dari bentuk perilaku agresif. Perilaku agresif didefinisikan sebagai salah satu kategori perilaku yang menyebabkan atau mengancam luka fisik pada orang lain. Agresif disini mengarah pada perilaku yang bervariasi termasuk agresif verbal, Bullying, perkelahian, perampokan/pemalakan, pemerkosaan dan pembunuhan. Rigby (2003) menguraikan unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian bullying yakni antara lain keinginan untuk menyakiti, tindakan negatif, ketidakseimbangan kekuatan, pengulangan atau repetisi, bukan sekedar penggunaan kekuatan, kesenangan yang dirasakan oleh pelaku dan rasa tertekan di pihak korban.