Aksi
demonstrasi menolak kenaikan BBM terjadi dimana-mana, terkhusus di
Makassar, dalam skala besar sudah dimulai sejak senin lalu (10/05).
Hingga sekarang, aksi penolakan itu semakin terpolarisasi. Hampir setiap
kampus di Makassar ikut “Meramaikan” aksi demonstrasi ini. Aksi
pelemparan batu oleh mahasiswa kepada aparat hingga mahasiswa vs warga
menjadi warna yang begitu kontras dibanding aksi damai atau sekedar
orasi.
Hari ini bisa dikatakan lebih massif,
kalau sebelumnya hanya jalan Alauddin yang macet, sekarang macet telah
menjalari jalan-jalan protokol yang lain, seperti jalan AP Pettarani dan
Urip Sumiharjo. UNM (bukan UNeM,he.. ) tentu bisa disebut penguasa
jalan AP Pettarani, sejak pagi hingga malam ini masih berlanjut. Pagi
hanya ada orasi dan bakar ban, pasca jum’atan, jauh lebih berkembang.
Bukan lagi asap menghiasi jalan, tapi bebatuan telah jadi bahan akustik
aksi. Demo simpatik telah berubah jadi anarkis (bukan anarkisme ya,
karena anarkis dan anarkisme sesuatu yang nyata perbedaannya).
Mengenai demo anarkis, banyak yang
menyebut itu sangat tidak manfaat, karena akan menghambat arus
transportasi/mobilisasi warga, aktifitas warga akan terganggu, merusak
infrastruktur, dan lain-lain. Sekedar membangun opini yang berimbang
(padahal tulisan ini sekedar “menjahili” konsepsi umum,he… ) bahwa demo
anarkis punya manfaat, tidak semata-mata membawa kerugian. Mau tahu
manfaatnya?