Oleh : Abdul Zahir**
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh !!!!!!
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang menegakkan langit, yang menghamparkan lautan dan daratan, yang meninggikan gunung-gunung, dan menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Dari-Nya mengalir segala kurnia, nikmat dan anugrah yang tak bisa dikira dengan tinta di atas lembaran-lembaran cerita-cerita, yang tak bisa di ukur dengan neraca apapun.
Salam sejahtera untuk Muhammad Saw, Sang Penabur cinta dan kasih sayang. Dialah uswah dari segala tokoh, Dialah pahlawan sejati dari segala pejuang. Dengannya, terulur segala kebaikan dari Maroko ke Marauke, dari negeri Magdhubi sampai negeri Maghribi, di segenap negeri, di seluruh jazirah, dan digenapnya dunia.
A. Mukaddimah
Perkembangan dunia akhir-akhir ini semakin carut marut. Seluruh Negara menikmati situasi seperti ini. Aspek-aspek kehidupan yang telah digerogoti neoliberalisme seakan tak lama lagi akan ambruk. Gambaran dunia semakin lama mengabur seiring dengan krisis dan tendensi yang terjadi dimana-mana.
Dimulai dari aspek keamanan, penyerangan Rusia terhadap Georgia diakhir bulan Juli lalu menandakan bahwa ada upaya agresi yang akan dibangun secara besar oleh Negara yang mengaku dirinya sebagai Adikuasa. Dengan mengungkit masalah perbatasan di sebuah Negara bagian, dengan ikhlas hati Rusia menyerang Georgia yang secara geopolitis lebih berpihak ke Amerika Serikat.
Agresi ini menyebabkan lebih ratusan orang tak berdosa meregang nyawa. Hampir sebulan agresi ini berlangsung, dan berakhir seiring dengan mundurnya tentara Georgia dari Groznya. Kerugian materil dan non materil sangat dirasakan oleh Georgia sebagai “Sick Man of Eropa”. Dan sampai sekarang, krisis ini belum reda.
Dari aspek geopolitis, perkembangan demokrasi yang selama ini didengungkan, mencuat dengan wajah beringas. Thailand belum reda krisis pemerintahannya. Sejak terjadi kudeta militer beberapa tahun lalu, banjir demonstrasi terus mengalir hingga sekarang. Sampai saat ini, tuntutan akan mundurnya presiden terus berlanjut oleh pihak oposisi.
Sebelum pelaksanaan Olimpiade di Beijing, Cina, terjadi aksi memilukan oleh pemerintah Cina terhadap biksu di Taipe. Pelanggaran HAM yang terjadi sedikit memberikan ganjalan bagi China, bahkan menciderai demokrasi yang mulai dibangun. Ratusan biksu meninggal dunia dan aksi pemboikotan olimpiade terjadi di berbagai Negara.
Di samping itu, Amerika Serikat yang saat ini sedang menghadapi pemilihan Presiden baru menjadi perhatian dunia. Barrack Obama dari partai Demokrat bersaing dengan Paul Mc Cain dari Republik. USA sebagai corong demokrasi dunia seakan memperlihatkan hegemoninya dibidang politik.
Dan terakhir dari segi moneter, dunia seakan mulai kolaps. Krisis keuangan terjadi hampir diseluruh Negara. Dimulai dengan prilaku perbankan Amerika Serikat yang memberikan kemudahan kredit rumah (Mortage) berimbas kebijakan moneter USA yang mulai pincang dan tak terkendali. Perbankan di AS mulai mengalami resesi yang sangat tinggi.
Krisis moneter yang terjadi di AS, merambah seluruh Negara yang ada di dunia. Jerman menggelontorkan dana yang sangat besar untuk menyeimbangkan perekonomiannya, Bank Sentral Eropa mulai gelisah, dan semua Bank Sentral di Negara Eropa seperti Inggris, Polandia, Swiss, Austria, dan Prancis menggelontorkan dana yang sangat besar kepada para Bankir-bankirnya. Rusia sedikit tenang, bahkan menyiapkan bantuan financial kebeberapa negera-negara di Eropa.
Di Asia pun mengalami hal yang serupa, seiring dengan anjloknya harga saham dunia, Negara-negara Asia mulai ketar-ketir menghadapi krisis ini. Jepang sebagai macam Asia saja mengalami kejadian serupa, kecuali China, saat ini masih adem ayem menikmati merosotnya perekonomian dunia.
Di Indonesia, pengaruh krisis ini semakin meresahkan situasi perekonomian bangsa. Dalam pidato presiden tentang krisis ini (lihat Kompas, 7/10), “Jangankan Amerika Serikat sakit, cukup bersinnya saja, dunia akan kena dampaknya ”. Betapa besar dampaknya krisis financial yang berawal dari kredit rumah ini. Di Bursa Efek Indonesia, akibat jatuhnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada jam 11 pagi Kamis (9/10) BEI ditutup dan hingga sekarang belum dibuka. Nilai rupiah terus jatuh hingga di level Rp. 10.000/ $US.
Bukan hanya itu, harga minyak yang sebelumnya menembus 120 juta dollar/barrel, sekarang berada disekitaran 90 juta saja. Harga CPO (bahan dasar minyak goreng) terus mengalami penurunan. Entah sampai kapan krisis ini akan berakhir.
B. Problematika Indonesia Saat Ini
Indonesia dalam konteks kekinian sedang dalam masa teransisi. Seperti dalam mukaddimah di atas, terjadi resesi ekonomi yang begitu besar dan inflasi yang kian menguat. Keadaan ini bisa saja akan mengulang cerita sukses krisis ekonomi tahun 1997 lalu yang menghancurkan pranata ekonomi bangsa.
Terlepas dari kondisi ekonomi yang makin menghimpit, kondisi social pun mengalami hal serupa. Seiring dengan rencana pengesahan RUU APP yang mengakomodir kegelisahan masyarakat tentang budaya permisif yang primitive, menghadapi penentangan yang dianggap logis dan menganggap dirinya pro budaya Indonesia.
Penentangan yang terjadi seakan memberikan stigmasi yang besar bahwa ke-Bhineka-an sudah tercerabut. Sungguh rendah taraf berpikir dan terlalu sempit cakupan logika ketika nuansa pembangunan akhlak bangsa ditentang dengan alasan pelanggaran seni dan budaya. Sungguh dan tidak beretika.
Itu di sisi lain, konflik internal yang terus membara. Entah karena penggusuran dimana-mana (seperti kasus BMW di Jakarta), entah karena sengketa lahan (seperti kasus di Takalar, antara PTPN IV dengan warga), entah karena egosentris (seperti di Gowa, antara Bromob dengan warga perumahan), dan yang paling santer dan paling alot, konflik yang didasarkan PILKADA seperti yang terjadi di Maluku Utara.
Mengenai kasus yang terakhir ini, sudah 10 bulan lebih konflik ini terus berlajut. Keterlibatan pemerintah secara langsung, ternyata tidak memberikan efek yang berarti. Pasca pelantikan Gubernur baru, masih terus hadir mewarnai nuansa demokrasi yang mulai dirajut oleh masyarakat MALUT. Namun, dalam pandangan sempit saja, seakan konflik ini dimainkan oleh para elit yang ada di Jakarta terutama yang duduk di Senayan.
Menghadapi PEMILU 2009 nanti, ada peluang yang cukup besar dan potensinya bisa menjadi konflik horizontal yang membara. Belum dalam tataran pelaksanaan, baru dalam penentuan Caleg saja, konflik terjadi dan akan bisa terus membara. Hal ini perlu kita renungkan bersama, permasalahan kebangsaan kita hari ini belum tuntas dan bisa jadi akan melahirkan akar-akar masalah baru dari pohon-pohon problem yang belum terselesaikan.
C. Kepemimipinan Kaum Muda; Sebuah ikhtiar Menuju Kebangkitan Nasional
Pemilihan Umum yang akan berlangsung di tahun 2009 nanti merupakan momentum yang tepat dalam proses peralihan kepemimpinan. Sangat jelas konsep yang mau dibangun dalam ranah ini. Estafeta top leader akan disemarakkan dalam bingkai demokrasi, tanpa anarkisme dan no violence.
Semangat pembaharuan yang sejak dini mulai dikobarkan dalam lingkup eksekutif, legislative, dan yudikatif seiring dengan motivasi pembangunan bangsa kedepannya. Dengan PEMILU, diharapkan ada sinergitas yang padu antara ketiga komponen bangsa yang diikuti dengan semakin dewasanya masyarakat dalam memahami segala perbedaan yang ada.
Semangat pembaharuan yang saya maksud adalah adanya kemauan yang besar untuk mengorbitkan kaum muda dalam jajaran eksekutif.
Terpilihnya Dede Yusuf sebagai Wakil Gurbernur Jawa Barat beberapa saat yang lalu, menyusul terpilihnya Rano Karno sebagai Wakil Bupati Tangerang dan disusul oleh Gatot Pujo yang terpilih sebagai Wakil Gubernur Sumatera Utara, sepertinya membuat ungkapan “Yang Muda Ngga Dipercaya” itu tinggal kiasan semata. Terbukti, rakyat sekarang percaya terhadap pemimpin yang muda. Momentum ini terasa pas kalau kita juga mengikuti sepak terjang Barrack Obama di Amrik sana. Obama merepresentasikan figur pemimpin masa depan yang cerdas, penuh integritas, kharismatik dan disukai banyak kalangan.
Krisis kebangsaan saat ini, kehadiran kaum muda bisa dijadikan jawaban. Jawaban yang tidak terlalu berlebihan jika didasarkan atas historis akan sepak terjang kaum muda sepanjang perjalanan bangsa Indonesia. Delapan puluh tahun silam pada masa-masa kelahiran bangsa dan negara Indonesia, tiga butir sumpah yang menegaskan identitas sebuah bangsa yang bermuasal dari berjuta-juta perbedaan, dari mulai latar belakang suku, ras, agama, bahasa, serta aneka perbedaan lainnya, merekalah kaum muda yang memproklamasikan semangat persatuan sebuah bangsa yang ada dalam satu ketertindasan akibat penjajahan. Ya, sumpah pemuda 1928 adalah monumen terindah yang telah kita buat, sebagai embrio dari monumen kemerdekaan 17 agustus 1945. Mereka juga kaum muda yang meng-Indonesia-kan Sabang sampai Merauke.
Sukarno-Hatta-Syahrir adalah sosok pemuda yang paling maju di jamannya.
Sukarno-Hatta-Syahrir adalah sosok pemuda yang paling maju di jamannya.
Kaum muda yang punya sikap dan keberanian menghantam segala bentuk penindasan. Pasca merdeka, kaum muda terus bermetamorfosa dan melakukan regenerasi tiada henti, mengiringi dinamika jaman. Tahun 1966 kaum muda membawa Indonesia ke pangkuan orde baru, 32 tahun kemudian kaum muda menginginkan perubahan yang lain, lahirlah orde reformasi. Hingga detik ini nafas kaum muda terus berdetak menghembuskan semangat perubahan.
Kaum muda secara umum ditafsirkan sebagai sekelompok orang yang berusia muda dalam pengertian fisik. Namun ukuran muda sebenarnya bukan hanya terletak pada faktor usia, yang lebih penting adalah jiwa (psikis) yang penuh semangat muda, kuat, dan berpihak pada rakyat. (Berkualitas, Inovativ, Berani dan Amanah).
Posisi kaum muda ditempatkan oleh bung Karno di tempat setingi-tingginya. Bung Karno pernah mengatakan, “Berikan aku sepuluh orang tuan maka aku akan pindahkan gunung semeru, tapi berikan pula aku sepuluh orang pemuda yang bersemangat maka dunia akan aku tundukkan.”
Dengan bahasa hiperbola, Bung Karno telah memberikan gambaran bahwa betapa hebatnya pemuda, hanya dengan modal semangat, pemuda mampu menaklukan dunia. Begitu memang yang terjadi, dinamika negara tidak luput dari gerakan kaum muda, jatuhnya orde lama di tahun 1966 dimotori oleh aksi mahasiswa, rezim orde baru yang sudah berkuasa selama 32 tahun pun digulingkan oleh gerakan pemuda di tahun 1998. itu merupakan bukti dari kekuatan kaum muda. Namun sayang, kaum muda selalu menepi ketika terjadi kekosongan kekuasaan, kaum muda seperti tersingkir atau menyingkirkan diri pasca jatuhnya pemerintahan, seperti yang terjadi pasca 1998, agenda reformasi diserahkan pada golongan tua yang notabene kurang memiliki ketegasan sikap, terbukti dengan fenomena kekinian dengan maraknya ratifikasi agenda neoliberal dengan aneka wajah, tak bisa dihindarkan. Negara terkesan hanya boleh dikendarai oleh golongan tua, ada memang pemuda yang duduk di jajaran birokrasi, itupun para pemuda yang berjiwa tua, mereka para pemuda yang hanya tunduk pada keadaan.
Pemimpin tua juga sebaiknya tidak menjadikan perdebatan tua-muda sebagai salah satu pelatuk untuk menganalogikan pemimpin dengan menegasikan umur produktif. Juga jangan terlalu under estimate terhadap psikologis pemimpin muda yang progresif, reaksioner, cepat mengambil keputusan sebagai suatu ciri negatif dalam diri kaum muda, sebaliknya ciri-ciri tersebut adalah merupakan ciri positif yang saat ini memang ditunggu aktualisasinya oleh masyarakat kita dalam menghadapi gelombang masalah baik politik, ekonomi, sosial, budaya dan masalah keamanan. Jika hal tersebut tetap dijadikan barometer argumentatif untuk menghadapi determinasi kaum muda.
Maka quo vadis kepemimpinan nasional alternatif dengan dominasi kaum muda sebagai fresh generation of country tetap menjadi barometer dan isue aktual kedepan. Bukankah seharusnya kita juga berkaca kepada negara-negara lain yang mampu memimpin negaranya di usia muda, Perdana menteri perancis Sarkozy yang berumur 40 an, kesuksesan Fladimir Putin ketika awal memimpin negerinya di usia 40 an tahun, Tony Blair di Inggris, Hugo Chavez, Evo Morales, Mahmoud Ahmadinedjad di Iran, calon Presiden AS saat ini Barack Obama yang mendapat dukungan kuat dari rakyat Amerika dan masih banyak lagi pemimpin-pemimpin dunia yang bisa kita jadikan cermin untuk menempatkan kaum muda pada tempat yang seharusnya sudah mereka pikul. Atau paling tidak berkacalah pada Sukarno, Hatta, Syahrir, Amir Syarifudin dan Suharto yang pernah menjadi pemimpin negeri ini
Kaum muda merupakan sosok yang penting dalam setiap perubahan, karena kaum muda bergerak atas nilai-nilai idealisme dan moralitas dalam melihat persoalan yang ada. Mereka adalah sosok yang merindukan perubahan dan sesuatu yang baru dalam hidup ini.
Maka di negara manapun, sosok kaum muda selalu menjadi perhatian yang khusus oleh banyak kalangan. Sebab di tubuh kaum muda inilah segenap tumpuan masa depan bangsa dipertaruhkan. Orang bijak sering mengatakan, masa depan bangsa yang baik adalah masa depan yang memiliki kaum muda yang unggul, kompetitif dan baik pula saat sekarang. Sebagai contoh kita lihat misalnya di India, melalui tangan Manmohan Singh, menteri keuangan India, yang menyekolahkan anak-anak muda India ke luar negeri dan menyerap ilmu terbaik langsung dari sumbemya telah mengubah wajah India saat ini. Sehingga Bangalore dan Hyderabad telah menjadi semacam technopark seperti halnya Lembah Silikon di Amerika Serikat.
Begitu pula yang kita saksikan dengan kebijakan Deng Xiao Peng untuk mengkapitalisasi perekonomian Cina kemudian membuka kesempatan besar bagi pemuda-pemuda Cina untuk belajar ke luar negeri, hasilnya telah mengubah wajah Cina menjadi raksasa ekonomi di awal abad 21 yang ditakuti oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Dengan begitu pentingnya sosok kaum muda, Proklamator Republik Indonesia Soekamo sendiri pemah melontarkan pikirannya tentang optimismenya bersama kaum muda, “berikan kepadaku para kaum muda, maka akan ku ubah bangsa ini menjadi lebih baik” ungkap Soekamo.
Perhatian dan optimisme bangsa bersama kaum muda untuk melakukan sebuah perubahan tentu benar adanya demikian, sebab sosok kaum muda adalah sosok yang memiliki karakter yang unik. Diantara keunikannya itu adalah, bahwa kaum muda memiliki semangat baru dan senantiasa bergejolak, keberanian untuk mengambil resiko besar, serta memiliki pandangan yang jauh menembus masanya. Buktinya, melalui tangan kaum mudalah kemerdekaan Republik ini bisa direbut dari jajahan kolonial. Di republik ini, sebenarnya rakyat telah melakukannya. Bukan hanya sekedar wacana. Misalnya Ratu Atut gubernur Banten, ketika terpilih usianya tidak lebih dari 45 tahun. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Dede Yusup tampil sebagai pemenang dalam PILGU Jabar, mengalahkan pasangan Dany Setiawan dan Agum Gumelar yang dipandang telah memiliki segalanya. Juga usianya baru 42 tahun. Lalu, Rustiningsih, yang sekarang menjadi wakil gubernur di Jawa Tengah, juga masih muda. Usianya sekitar 42 tahun. Kemudian, Chopipah Indahparawangsa dan Saepullah Yusup, juga meraka masih muda. Artinya, ini menunjukan bahwa rakyat sebenarnya ingin ada perubahan dari para pemimpin sebelumnya yang nota bene merupakan "Kaum Tua". Rakyat telah berbuat...tinggal sekarang bagaimana menjadikan mereka sebagai pemimpin muda yang berkualitas, Inovativ, amanah dan berani.
Ditengah krisis kebangsaan yang kita hadapi saat ini, tampilnya kepemimpinan kaum muda menjadi harapan banyak kalangan. Bahkan menjadi sebuah solusi yang tepat saat ini. Banyak catatan sejarah yang telah menunjukkan keberhasilan kepemimpinan kaum muda tersebut. Saat sekarang saja misalnya, munculnya sosok Mahmoud Ahmadinejad sebagai presiden Iran, Hugo Cavez sebagai presiden Venezuela, Evo Morales sebagai Presiden Bolivia, dan munculnya kandidat Barac Obama dalam pemilihan presiden Amerika Serikat nanti yang merepresentasikan kepemimpinan kaum muda menunjukkan apresiasi publik terhadap mereka. Apalagi ketika para pemimpin tersebut mampu membawa institusi negara atau kekuasan yang dimiliki sebagai sarana mewujudkan kedaulatan bangsa dan membangun tatanan perikehidupan yang berkeadilan dan demokratis, menuju kemandirian secara ekonomi, politik dan budaya.
D. Khatimah
Potret suram bangsa kita ini tentunya tidak untuk diratapi dan disesali. Sebagaimana diingatkan oleh Allah SWT,”..... dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum kafir (QS. Yusuf: 87)”. Bahwa kita cukup pesimis akan adanya usaha-usaha perbaikan, tentunya tidak membuat kita berpangku tangan dan kehilangan energi untuk menggelorakan semangat perubahan. Ada salah satu pegangan orang tua dulu yang masih layak diingat, ”kalau tidak bisa memperbaiki janganlah merusak; kalau tidak bisa membersihkan janganlah mengotori”.
Masih perlu dikaji memang, apakah kepemimpinan muda ini muncul karena sikap apatisme akut yang menghinggapi kebanyakan tokoh muda terhadap stagnasi reformasi ataukah lebih bersifat “perlawanan” terhadap dominasi “kaum tua” akan kekuasaan. Namun patut disadari bahwa persoalannya tidak sesederhana yang bisa dibayangkan, bahwa dengan beralihnya kepemimpinan ke tangan kaum muda, maka otomatis persoalan bangsa akan selesai. Karena mesti diingat, banyak di antara para elit yang berkuasa saat ini adalah tokoh muda di awal kekuasaannya, yang kemudian tergerusi idealismenya. Berhasil tidaknya kaum muda melakukan perubahan itu tentu akan terjawab manakala mereka sudah berada pada position maker dalam alur kekuasaan. Lantaran itu pula, menjadi keniscayaan bila diperlukan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi kaum muda untuk mengawal tugasnya sebagai agent of change dan tidak terjatuh dalam kesalahan yang berulang sebagaimana yang telah lalu. Paling tidak, ada beberapa hal yang bisa menjadi koridor bagi kaum muda dalam mengusung perubahan.
Pertama, mampu meningkatkan daya kritis masyarakat. Daya kritis itu sendiri tentunya bermula dari terbangunnya kesadaran masyarakat akan realitas yang dihadapi. Kesadaran realitas inilah yang akan memacu masyarakat untuk menegaskan eksistensi dirinya untuk kemudian melakukan apa yang terbaik buat dirinya. Selain itu, kuatnya daya kritis di masyarakat akan lebih menjamin terjalinnya check and balance antara masyarakat dan pemerintah.
Kedua, mendahulukan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi. Kegagalan reformasi salah satunya karena pengkhianatan terhadap kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat. Loyalitas yang diberikan kepada elit seyogyianya dimanfaatkan dalam kebijakan praksis yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun pada kenyataannya, kita cukup jarang menemukan signifikansi antara kebijakan yang dibuat oleh elit, dengan perubahan yang lebih baik bagi kehidupan masyarakat.
Ketiga, penerapan hukum. Tidak berjalannya sistem di negara kita ini juga disebabkan oleh perilaku elit yang cenderung mengabaikan hukum itu sendiri. Hukum hanya ada manakala dibaku-hadapkan kepada rakyat. Namun sebaliknya hukum tidak berarti manakala dibaku-hadapkan kepada elit. Sehingga muncul sikap apatis dari masyarakat, bahwa hukum dibuat hanyalah untuk dilanggar.
Sangat mungkin, syarat yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan oleh kaum muda tidak sedikit. Akan tetapi, dengan memiliki paling tidak 3 (tiga) variabel di atas, kita yakin gagasan kepemimpinan kaum muda lebih memberikan harapan. Kuatnya kesadaran moral dan etik untuk memperbaiki keadaan tanpa mengedepankan egosentris dan didukung oleh penerapan hukum yang adil, saya yakin bangsa kita akan keluar dari krisis. Apalagi dalam rangka mewujudkan masyarakat tamaddun.
Mayarakat Tamaddun sebagai cita masyarakat ideal HMI diasumsikan bekerja pada tiga level, Pertama, di tingkat suprastruktur, gerakan ini mengandaikan adanya bangunan tauhid yang kokoh di batin segenap anggota masyarakat. Refleksi atas tauhid baik oleh individu maupun masyarakat adalah imperasi gerakan yang tak bisa dihentikan oleh bergantinya tempat dan waktu. Kedua, di tingkat kultur, ia juga meniscayakan adanya kondisi masyarakat yang mempunyai ketinggian dan kemerataan tingkat keilmuan (literate society), kompetensi dan kapasitas, serta inisiatif dan partisipasi baik di bidang ekonomi, politik, maupun kebudayaan. Ketiga, di tingkat struktur, gerakan tamadduni mempunyai tugas untuk memperbaiki sistem, struktur, dan performa kenegaraan agar memenuhi hak-hak masyarakat yang biasanya selalu menjadi pihak yang dikalahkan dan dilemahkan.
Oleh karena itu, tidak pada tempatnya kader-kader HMI tersiksa dengan keluh kesahnya sendiri. Tidak ada jalan bagi kader-kader HMI untuk pesimis dengan keberhasilan misinya. Berjuang dalam kebenaran; bergerak dalam kebersamaan; ikhlas dalam berbuat; tidak akan mendatangkan kerugian apapun. Malah sebaliknya, yang ada adalah kenikmatan akan hidup itu sendiri. Setiap perjuangan pasti membutuhkan pengorbanan, karena itulah yang akan meningkatkan derajat perjuangan kita. ”Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu, dan akan meneguhkan kedudukanmu (QS. Muhammad: 7)”
Saatnya yang muda memimpin. Ambil bagian dalam kepemimpinan!!!
Salam perjuangan!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu!!!
Makassar, 12 Oktober 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar