Dalam perjalanan hidup manusia, tidak akan pernah lepas dari yang namanya cinta. Cinta akan selalu ada dalam suatu dimensi yang namanya manusia. Manusia dicipta dengan penuh cinta, dan tanpa cinta manusia tak akan lahir. Manusia diciptakan di jagad bumi mengembangan cinta dari tuhan sebagai khalifah di muka bumi. Yang menjadi pertanyaan besar sekarang ini adalah pemaknaan akan cinta dalam realitas hidup ini. Apakah cinta dimaknai sebagai sesuatu yang fitrah yang mesti dijaga ataukah suatu wujud rasa yang mesti diagungkan.
Ketika memberikan sebuah defenisi akan cinta, akan lahir beberapa defenisi yang tentu saja akan berbeda dari segi substansi atau hakikat cinta itu. Hal ini dikarenakan sudut pandang yang berbeda pula. Semakin tinggi tingkat pemahaman terhadap suatu norma atau prilaku, akan semakin kompleks penjabaran defenisi itu.
Pemberian pemaknaan akan cinta akan senasib dengan pemberian defenisi tadi. Defenisi yang akan mengantarkan pada suatu substansi kadang dikaburkan oleh ego bahkan nafsu seseorang. Pemaknaan yang salah sebagai sebuah aktualisasi dari cinta seperti pacaran akan mengantarkan pada suatu upaya untuk mendeskreditkan cinta yang luhur sebagai fitrah kemanusiaan. Disamping itu, pemaknaan akan cinta dengan rasa suka harus berani dibedakan. Cinta adalah fitrah yang sifatnya abstrak sehingga perwujudannya berada dalam area metafisik (inmaterial). Sedangkan rasa suka, adalah wujud rasa ketertarikan kepada hal yang bersifat materi.
Pada tulisan ini, penulis coba hadirkan pendefenisian akan cinta dan arah cinta yang sebenarnya. Penulis memberanikan diri memberikan paradigma baru atau sedikit lain dari paradigma ortodok yang selama ini mencecoki ruang nalar manusia dengan sudut pandang ideologis (perspektif islam). Karya ini merupakan hasil konklusi dari berbagai literature dan buku-buku yang mengkonstruk tulisan ini.
A. Pengertian Cinta Kasih
Pendefenisian dalam perspektif terminology (bahasa), cinta kasih dapat diuaraikan Cinta kasih adalah kata majemuk yang telah merupakan ungkapan tetap yang berupa paduan antara kata sifat yang terdiri dari kata “cinta” dan “kasih”. Cinta akan diartikan sebagai rasa rindu, ingin, sangat suka, sangat saying, sangat kasih dan tertarik hatinya. Sedangkan kasih diartikan sebagai perasaan saying, cinta, atau suka kepada.
Dari kata cinta kasih ini, lahir pula beberapa padanan kata yang hampir semakna. Sebut misalnya, “kasih sayang”, “belas kasihan”, “kemesraan” dan “pemujaan”. Cinta kasih merupakan inti dari keberadaan manusia ( the core of existence ). Dalam konteks lain, cinta kasih mengandung makna yang lain, seperti “jatuh cinta”, “dilamun asmara”, “cinta orang tua kepada anak atau sebaliknya”, “cinta pada alam dan seni”, “cinta kepada negara”, “cinta sesama manusia” dan yang lebih tinggi “cinta kepada Allah Swt.”.
Semua istilah tersebut di atas tidak sama, akan tetapi merupakan variasi-variasi dari sekian banyak istilah. Istilah-istilah ini merupakan padanan yang sangat memiliki arti yang mengarah pada satu pemaknaan yang utuh. Sehingga melahirkan tingkatan-tingkatan cinta. Realitas yang tersaji sekarang dihadapan kita (kondisi internal dan eksternal masing-masing individu) sangat memungkinkan memberikan tingkatan pada cinta itu. Sehingga lahir ‘cinta kasih yang rendah’, ‘cintah kasih yang menengah’, dan ‘cinta kasih yang tinggi dan luhur’.
Tingkatan cinta ini bisa saja lahir karena factor pemahaman atau tingkat intelegensi seseorang atau bahkan tingkat keimanan dan ketakwaan seseorang. Manusia dalam hal ini insan pecinta, tidak selamanya akan berada dalam tingkatan cinta tersebut. Cinta kasih yang rendah yang hanya sekedar menganggap cinta adalah sebuah rasa yang mesti diekspresikan seketika yang tanpa control dan nilai (absurd). Pecinta seperti ini cenderung melakukan aktivitas yang menamakan cinta namun bukan sebenarnya cinta. Tidak diperlukan control dalam penjabarannya bahkan cinta yang dimaksudkan memiliki nilai tapi seyogyanya tidak ada nilai kecuali ego dan nafsu semata yang bermain di dalamnya.
Cinta menengah lahir dikarenakan adanya paradigma bahwa cinta memiliki nilai namun tidak ada control maupun norma yang mengatur aplikasi. Pecinta seperti ini cenderung apatis bahkan boleh dikatakan manusia pragmatis. Nilai dimaknai sekedar pemenuhan hasrat dan rasa. Cinta ini tak bisa lagi dibedakan dengan nafsu. Pecinta ini melahirkan prilaku pacaran, dan sejenisnya. Penilaian akan cinta hanya sekedar sebagai rasa yang mesti diwujudkan. Kalaupun ada control yang bermain, disana hanya berupa rasionalisasi (hasil pemikiran) yang mengedapankan ego (egosentris ; tak semestinya juga ego diabaikan). Norma yang dianggap sebagai control hanya norma masyarakat. Selama tidak ada yang diganggu dan dirugikan, dan tak melewati batas kemanusiaan akan tetap dijalaninya.
Penggambaran akan aktualisasi cinta seperti di atas sudah sangat jauh dari fungsi dan peran manusia sebagai abdi sekaligus khalifah di muka bumi. Cinta rendah tak ubahnya seperti binatang (tidak adanya peran akal yang bermain dalam tataran prilaku), sedangkan pecinta tipe kedua memeliki pribadi ganda (split personality). Lalu bagaimana aktualisasi cinta yang sebenarnya yang luhur dan memiliki derajat yang tinggi? Kita akan uraikan pada penjabaran selanjutnya.
Dalam perspektif peradaban Yunani, cinta dibagi dalam tiga jenis. Ketiga jenis itu adalah;
1) Cinta Egape, ialah cinta manusia kepada Tuhan yang diwujudkan dengan komunukasi ritual (vertical/horizontal).
2) Cinta Philia, ialah cinta kepada ayah-ibu (orang tua), keluarga, saudara, sahabat, dan sesama manusia.
3) Cinta Eros / Amos, ialah cinta antara pria dan wanita (suami dan istri).
Cinta kasih tidak hanya sekedar cinta belaka, akan tetapi cinta kasih itu timbul dari lubuk hati manusia yang sifatnya kekal dan tak akan pernah berubah. Dengan cinta kasih ini, manusia akan selalu berbahagia dan menderita di dalam hidupnya. Cinta sebagai keperluan fundemantal memang tidak mudah diterangkan atau didefenisikan.
Mengacu pada perspektif sekarang, yaitu dalam hubungan cinta kasih yang timbul antara dua jenis manusia yang berbeda kelamin dapat dibedakan dalam empat macam pertumbuhan cinta, yaitu :
a. Cinta kasih karena kebiasaan
Adalah cinta yang diperoleh berdasarkan tradisi masyarakat yang dibiasakan, seperti menikahkan anak-anak yang sebelumnya tidak saling kenal dan cinta tumbuh karena ikatan sudah ada.
b. Cinta kasih karena penglihatan
Adalah cinta yang tumbuh karena penglihatan, seperti kata pepatah :
Darimana datangnya linta
Dari sawah turun ke kali
Darimana datangnya cinta
Dari mata turun ke hati
Manusia sebagai makhluk social mempunyai kodrat terbaik pada suatu obyek yang dipandang indah, cantik, menarik, dan lain-lain.
c. Cinta kasih karena kepercayaan
Adalah cinta kasih yang lahir dari kepercayaan atau keyakinan. Hubungan untuk memadu cinta kasih biasanya diperlukan waktu yang cukup lama untuk saling menyelidiki karakter, dan saling memupuk cinta kasih.
d. Cinta kasih karena angan-angan
Adalah cinta yang lahir dari pengaruh angan-angan atau khayal saja, cinta yang penuh fantasi.
Menurut teori, cinta adalah sikap dasar untuk memperhatikan kepuasan dan ketentraman serta perkembangan orang yang kita cintai. Prakteknya, cinta berarti bersedia melepas kesenangan, mengabadikan waktu, bahkan mengorbankan ketentraman kita demi peningkatan kepuasan, ketentraman, dan perkembangan orang lain. Namun, menerangkan anatomi cinta sangat sulit.
Menurut Erich From, cinta merupakan tindakan aktif (bukan pasif). Berdiri di dalam cinta (bukan jatuh di dalamnya), memberi (bukan menerima). Sedang R.M. Rilke, cinta merupakan dorongan luhur bagi seseorang untuk menuju kematangan, untuk menjadi sesuatu dalam dirinya sendiri maupun orang lain. Kita akan coba sajikan beberapa unsur-unsur cinta.
1) Kasih Sayang
Menurut Mery Lutyens, bahwa kasih saying adalah factual, bukan sentimental yang mengandung emosional yang dapat ditangisi kepergiannya maupun kedatangannya. Memiliki kasih sayang berarti memiliki simpatik, ia bebas dari rasa takut, paksaan dan kewibawaan serta tindakan akal budi pada diri sendiri. Dalam kasih saying, sadar atau tidak sadar dari masing-masing pihak dituntut “tanggung jawab”, “pengorbanan”, “kejujuran”, “pengertian”, dan “keterbukaan” sehingga keduanya merupakan kesatuan yang bulat dan utuh.
2) Kemesraan
Menurut Suryadi, bahwa kemesraan berasal dari kata “mesra” yang artinya simpati yang akrab. Kemesraan adalah hubungan akrab antara setiap individu.
3) Belas Kasih
Belas kasih adalah hati yang iba dan rasa saying atau cinta kepada sesuatu atau seseorang. Arti lain yakni mengucapkan syukur, maksudnya merupakan pemberian itu menyentuh rasa kebutuhan seseorang yang diberi. Dalam menumpahkan belas kasihan, benar-benar harus keluar dari hati yang ikhlas, tidak terkandung unsure pamrih. Maksudnya, yang berbelas kasihan dapat merasakan penderitaan orang yang dibelas kasihi. Karena kita sekarang berada pada kemanusiaan dan kesadaran hokum yang menjadi nilai universal, maka setiap permasalahan harus didekati secara professional.
4) Pemujaan dan Pemujian
Pemujaan merupakan bentuk penghormatan seseorang kepada sesuatu yang tentu akan melahirkan pujian sebagai bentuk apresiasi bahkan boleh dikatakan sebagai bagian dari penghormatan itu sendiri. Di dalamnya, ada makna ketakjuban dan penghargaan atas segala kebaikan dan kelebihan.
Memanifestikan cinta banyak sekali ragamnya, salah satunya dengan melalui lambang. Lambang dalam hal ini merupakan sebuah bentuk media dalam mengungkapkan rasa cinta itu. Lambing dapat berupa bahasa, seperti cerita, pantun, syair, puisi, dan lain-lain. Dapat berupa gerak, seperti tari. Dapat berupa suara atau bunyi, seperti lagu dan musik. Dapat berupa warna dan rupa, seperti lukisan, hiasan, bangunan, dan lain-lain. Tapi perlu dipahami, lambang yang disebutkan di atas maupun jenis lambang yang lain bukan merupakan objek cinta (yang oerlu dicurahkan rasa cinta), akan tetapi lambang-lambang tersebut adalah jalan atau cara bahkan nerupakan media untuk mencintai.
B. Menuju Cinta yang Luhur
Dalam penjabaran sebelumnya, telah dibahasakan bahwa cinta memiliki berbagai tingkatan dan disebutkan bahwa tingkat pemahaman atau intelegensi dan tingkat keimanan dan ketakwaan memberi pengaruh yang hebat dalam pemaknaan akan cinta kasih. Cinta mesra kepada Allah Swt. adalah manifestasi kalimat tauhid yaitu meng-Esa-kan Allah dalam sifat, zat, dan perbuatan yang dilafalkan oleh oleh umat islam dalam kalimat “LA ILAHA ILLALLAH” (tiada Tuhan selain Allah).
Al-Ghazaly memandang cinta kerinduan adalah cinta akan Allah, karena ihsan dan nikmat-Nya pada dirinya. Karena Allah telah menganugrahkan hidup, sehingga ia dapat menyebut nama-Nya. Cinta itulah cinta karena Allah (Jamal) dan kebesarannya (Jalal), yang kian hari kian terbuka untuknya. Maka itulah cinta yang setinggi-tingginya (Kamal). Dan itulah cinta yang timbul kepada Allah karena merenungi keindahan-Nya (Jamal Ul Rububiyah).
Ibraham bin Adham dalam syairnya
Semua makhluk telah aku tinggalkan
Karena cintaku kepada Engkau
Keluargaku aku biarkan jadi piatu
Agar dapat melihat wajah-Mu
Meskipun tubuh ini merana lantaran cinta
Akan dikerat dipotong-potong
Namun hati ini tidak akan berpaling
Kepada yang selain engkau
Cinta sejati adalah cinta karena Ilahi. Tulus, ikhlas, tanpa pamrih, dan lekang dimakan zaman dan ditempa cuaca. Cinta sejati juga tahan uji, tetep akan terkenang meski jasad tercerai dengan ruhnya. Bahwa cinta itu meminta pengorbanan, kesetiaan, dan kesabaran. Jangan mengaku cinta dan mengungkapkan cinta kalau tidak mau berkorban. “Anda dapa memberi tanpa mencintai, tetapi Anda tidak dapat mencintai tanpa memberi” (ungkapan asing).
Hazrat Inayah Khan menguraiakan cinta bahwa sifat cinta seperti air dalam tanah. Apabila tidak cukup menggali, yang anda akan peroleh air yang keruh. Apabila anda cukup menggali, yang akan anda peroleh adalah air yan bersih dan jernih. Sebaik-baiknya cinta adalah cinta pada yang menganugrahkan cinta itu sendiri. Cinta itu kepada Sang Pemberi segalanya. Manusia sebagai makhluk penikmat kesegalaan itu, sudah sepantasnya mencurahkan cintanya kepada-Nya. Cinta kita kepada Allah, membuat kita ingin semakin dekat dengan-Nya.
Saat Al-Qur’an yang merupakan Kalam Ilahi memerintahkan kita berislam secara kaffah (total) seperti dalam Q.S. Al-Baqarah : 208
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Maka kita wajib melaksanakan perintah-perintah-Nya itu. Berislam dengan sungguh-sungguh dan sempurna. Pemujaan adalah penghormatan kepada tuhan (Allah Swt) dan penghambaan diri kepada-Nya dengan penuh ikhlas dan sesuai dengan aturan yang telah digariskan. Kemudian dari pemujaan ini, lahir pemujian yaitu pernyatan takjub dan penghargaan atas segala kebaikan dan kelebihan.
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”
C. Pacaran : Penghancuran Generasi Islam
Ketika dunia disibukkan oleh yang namanya cinta. Lihatlah….! penuh pernak-pernik warna-warni cinta. Setiap hari, pasti ada perbincangan tentang cinta. Setiap hari dan setiap kali kita melihat dan mendengar dari : para pelajar, mahasiswa, orang dewasa, bahkan anak SD sekalipun sudah berani bicara cinta. Cinta adalah bahasa yang seolah-olah wajib jadi santapan setiap hari.
Belum lagi diekspose oleh media-media, baik elektronik maupun cetak. Klise memang.semua bicara tentang cinta. Tidak peduli ; sinetron, film, infotainment, lawakan, audisi bintang. Semuanya sama. Hanya sebagian kecil yang mengedapankan informasi yang ilmiah dan actual. Media sebagai medium terbaik menyampaikan propaganda, tentu sudah pintar memainkan lakon ekonomi bahkan peradaban.
Media lebih cendrung kebablasan menguraikan makna sejati cinta. Kecenderungan ini tentu tak lepas adanya tujuan dan pangsa pasar yang elegan. Ya, remaja dan generasi muda. Tak lebih besar dan utama tentu mengarah pada generasi muda islam, yang memiliki peradaban yang kontradiksi dengan peradaban yang ditawarkan oleh media tersebut. Media merupakan sebuah alat penghancur institusi kereligiusan yang dimiliki seorang remaja. Media dengan bahasa formalnya, membahas tema cinta dengan absurd dan kurang baik penyampaiannya. Bahkan makna cinta dikerdilkan.
Percintaan laki-laki dengan perempuan menjadi menu utama setiap setiap penyajian dari media tersebut. Tak jarang bahkan kita membuat larut dalam angan-angan mengenai apa yang disampaikanmedia tersebut. (media lebih mengutamakan rating dan pangsa pasar daripada moral apalagi akhlak). Kita malah termotivasi untuk bertindak dan bersikap sering thulul amal, panjang angan-angan tanpa suatu realisasi.
Ini merupakan pengantar tentang prilaku pacaran dan peran media dalam mem-back up prilaku penghancuran generasi muda terkhusus generasi muda islam.
Cinta adalah sebuah fitrah yang ada sejak kita lahir. Menurut Syekh Taqiyuddin Anbhani, bahwa cinta merupakan bagian dari naluri (Gharizah an-Nau’). Setiap mnusia punya naluri itu. Persoalannya adalah sejauh mana atau bagaiman kita menyalurkan cinta itu. Apakah Islam membolehkan pacaran sebagai ekspresi cinta?
Cinta atau lebih dekatnya kasih sayang adalah bagian yang tak terpisahkan dari makhluk hidup, khususnya manusia. Rasa cinta merupakan penjelmaan dari naluri saling mencintai. Cinta kepada ayah ibu, kakak, adik, kakek, nenek, teman, dan sesame manusia adalah manifestasi dari gharizah nau’. Jadi intinya, jatuh cinta adalah sesuatu yang boleh dan bersifat fitrawi.
Cinta terhadap lawan jenis yang popular dengan pacaran adalah manifestasi cinta yang salah. Pacaran sudah mewabah sebagai penyakit hati yang mesti diperhatikan oleh umat sekarang ini. Apalagi dengan dengan hadirnya berbagai teknologi canggih semisal HP dan Internet, cerita seputar pacaran semakin asyik dan peluang berpacaran semakin terbuka. SMS dan Chating menjadi sarana efektif untuk saling komunikasi dan curhat.
Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Kecintaan kepada kepada lawan jenis adalah sesuatu yang wajar, tetapi pacaran bukan merupakan implementasi yang benar. Kita tak dapat membunuh kecintaan tersebut. Namun cinta itu dapat diatur, di-manage sedemikian rupa.untuk itulah Islam diturunkan kepada kita.
Lalu adakah pacaran islami itu?
Pacaran dalam perspektif sekarang adalah mewujudkan cinta dan kasih sayang antara cowok dan cewek dalam hubungan keterikatan perasaan bahkan lebih daripada itu, ada yang sampai mengikat janjiuntuk hidup bersama layaknya suami istri disamping itu bahkan ingin menyerahkan kehormatan diri, keluarga dan agama sebagai bukti rasa cintanya kepada seseorang. Dan ini sudah mendarah daging dalamkehidupan masyarakat sekarang. Dan ternyata yang paling banyak mempraktekkan ‘amalan’ tersebut adalah remaja (tak terkecuali kaum dewasa). Dari yang mulai backstreet, karena takut orang tua, bahkan sampai yang berani tanpa tedeng aling-aling.(yang paling lucu, orang tua yang mencarikan pacar untuk anaknya).
Mulai dari jalan berdua, pegangan tangan, atau budaya KNPI (Kissing, Necking, Petting, dan Intercourse) yang melahirkan budaya seks bebas. Ada aktifitas yang paling urgen dalam kehidupan berpacaran adalah nuansa berdua. Makan berdua, jalan berdua (sekarang mungkin berboncengan bukan muhrim), duduk berdua (mojok), dan dunia dianggap sebagai milik berdua. Naudzubillah Min Dzalik !!!
“Sungguh ditusuknya kepala salah seorang dari kalian dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath Thabrani dalam Shahihul Jami’ hadits no.4921)
“Kedua mata berzina, kedua tangan berzina, kedua kaki berzina dan kedua kemaluan pun berzina.” (HR Ahmad 1/412; Shahihul Jami’ hadits no.4126)
Apakah aktifitas tersebut benar dalam perspektif islam? Aktifitas berduaan dalam pandangan islam dikenal dengan istilah “khalwat”. Khalwat adalah aktifitas berduaan antara “ikhwa wa akhwat” yang bukan muhrim dan aktifitasnya atas dasar sengaja dan bukan aktifitas muamalah. Orang yang berduaan karena melakukan jual beli adalah dibolehkan, tetapi aktifitas bukan muamalah seperti pacaran adalah sangat diharamkan dalam islam.
Dari Aisyah radhiyallahu anha, dia berkata: “Demi Allah, sungguh tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak (pernah) menyentuh tangan perempuan sama sekali, tetapi beliau membai’at mereka dengan perkataan.” (HR Muslim, 3/1489)
Disamping itu. Islam mengenalkan “ikhtilat”. Ikhtilat adalah aktifitas bercampur baurnya lelaki dan wanita dalam satu tempat atas dasar kesengajaan, seperti dalam rapat yang tidak ada hijab (pembatas) diantaranya. Atau biasa kita lihat dalam acara walimah (pesta pernikahan). Akifitas khalwat dan Ikhtilat adalah salah satu penyimpangan dalam tata cara pergaulan islam. Berangkat dari dua katifitas yang dilarang seperti di atas, secara naluriah dan logika, pacaran adalah haram.
Dan satu persepsi yang muncul bahwa ada pacaran islami atau bahkan pacaran ala Rasul. Kita akan tilik apakah persepsi itu benar adanya.
Ketika ada anak mesjid atau rohis yang melakukan pacaran, disebutlah pacaran islami. Wanitanya memakai kerudung, prianya berbaju gamis dan pakai kopiah, mojoknya di mesjid atau mushallah, kemudian aktifitasnya dilakukan tidak sebrutal pada umumnya.
Tidak ada istilah pacaran islami. Apakah daging babi yang dipotong untuk sesuatu yang halal dengan mengucapkan basmalah lalu disebutkan daging babi islami. Ataukah berjudi dengan memakai aksesoris islam, dianggap judi islami. Sekali lagi, tak ada istilah pacaran islami.
Apakah rasulullah pernah melakukan pacaran? Selama Rasulullah menjalani kehidupannya, baik sebelum diangkat sebagai rasul sampai menjadi rasul pun tidak pernah melakukan aktifitas seperti ini. Sungguh berdosanya kita bila ada pikiran seperti itu. Ke-islam-an kita masih perlu dipertanyakan. Dalam lembaran hidup Rasulullah yang terurai dalam ragam hadits yang termaktub dalam Sirah Nabawiyah, yang terulur dari berbagai kitab fiqih dan tersaji dalam buku-buku islami, tidak akan didapat satu kalimat pun baik tersirat maupun tersurat bahwa Rasulullah pernah menjalani aktifitas yang hina dina ini.
D. Pengendalikan Cinta
Sudah disebutkan berkali-kali bahwa cinta adalah bagian dari naluri manusia yang sifatnya fitrawi. Hal ini berarti cinta dapat diarahkan dan dikendalikan. Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam kitabnya yang berjudul “Raudhah Al Muhibbin wa Nuzhah Al Musytaqin” atau ‘Taman Orang-orang jatuh cinta dan memendam rindu’menceritakan tentang sebuah kisah akan ‘kuat’nya rasa cinta yang mampu membuat pelakunya tetap mencintai meski kekasihnya sudah ada dalam kubur. Namun, pada akhirnya mengakui kesalahan besar dan banyak mendirikan sarana-sarana pendidikan.
Cinta bisa diibaratkan sebagai sebuah virus (virus ‘merah jambu’ dalam konotasi remaja). Virus ini dapat menimpa siapa saja. Tak kenal waktu, tempat, bahkan usia sekalipun. Dan jatuh cinta adalah hal yang wajar! Termasuk anak mesjid atau rohis bahkan pengembang dakwah sekalipun. Namun, tentu saja kadar dalam pemaknaan akan cinta (sedih dan bahagia) berbeda-beda. Dan ketaatan kepada islam mampu menenggelamkan hawa nafsu dari berbuat maksiat.
Disinilah pelunya ilmu untuk mengendalikan cinta dan mengarahkannya supaya tidak keluar dari rel-rel ke-islam-an. Setiap orang boleh mencintai dan dicintai. Itu adalah hak. Tetapi bukan berarti menghalalkan segala cara mewujudkan rasa cinta itu, seperti pacaran. Budaya pacaran tidak ada dalam histografi islam.
Bagaimana langkah riil dalam mengendalikan cinta itu? Dalam kehidupan kita sebagai seorang muslim, hal yang paling mendasar adalah beriman kepada Allah Swt. Dan keimanan itu tidak berarti sekedar meng-iman-i keberadaan-Nya, yakni hubungan penciptaan (shilatul Kholiq), tetapi sekaligus harus ada hubungan ketaatan terhadap perintah-perintah-Nya (shilatul awaamin). Dengan kata lain, kita harus taat pada Allah Swt dan Rasulullah melalui ketaatan totalitas yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist.
Artinya : “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab : 36)
Ketaatan ini akan menciptakan dinding yang tebal nan kokoh yang akan membentengi kita dari godaan untuk melihat dan melakukan aktivitas yangtak diperintahkan dalam dien yang paripurna ini. Dan perlu diketahui bahwa perasaan cinta itu muncul jika ada rangsangan dari luar. Maka langkah bijaksana dan logis adalah menutup setiap peluang yang bias membuat kita tergoda untuk melakukannya. Hindari aktivitas yang menjurus kepada pikiran-pikiran untuk melakukannya. Sibukkan diri dalam aktivitas yang tidak bersentuhan dengan perasaan cinta kepada lawan jenis. Olah raga, melakukan dakwah intensif, mengurus pengajian dan organisasi, atau melaksanakan puasa sunat.
Bila kita sudah cukup mampu untuk melakukan pernikahan, maka sangatlah berdosa ketika mengulur-ulur waktu. Pacaran adalah pintu gerbang menuju perzinahan, dan pernikahan hadir sebagai sarana mewujudkan cinta yang halal.
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’ : 32)
Artinya : “ 30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur 30-31)
Dan sungguh merugilah seluruh keturunan anak Adam, ketika kehidupannya hanya diisi dengan kesia-siaan semata. Dan sebagai kata penutup, cinta adalah karunia dan pacaran bukan wasilah yang benar dalam mewujudkan cinta itu. Cinta itu adalah sesuatu yang mulia dan sangat besar cakupannya, dan jangan sampai kita mengotori dan mengerdilkannya dengan melakukan prilaku yang hina dina ini lagi tercela.
"Apakah kalian mau saya beritahu tentang simpanan seseorang yang yang paling berharga? Yaitu wanita salihah yang (suaminya) menjadi bahagia bila memandangnya, bila diperintah segera dipenuhi, dan bila suaminya tidak ada dia menjaga kehormatannya." (riwayat Ahmad)
1. Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (An Nur: 32)
2. Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya. (HR. Ahmad 2: 251, Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160)
Orang Cinta tak kenal sajadah tak pula mihrab,
berkelana di bintang-bintang yang tinggi saja perjalanannya
menyelam ke dasar samudera kolam renang air matanya,
di situ didapatinya bintang bintang berkelipan
seperti kejap-kejap kejora mata Sang Maha Ayu,
bintang-bintang pun berkelipan di dasar samudera
Orang Cinta mana kenal gurita mana pula hiu,
samuderanya di penuhi ikan mas, ikan perak dan ikan mutiara, Tak Semua Samudera Mempunyai Mutiara
Makassar, 15 Desemmber 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar